Di sebuah sudut kecil bengkel sederhana, Bapak Sujewo menatap tumpukan koran bekas yang tak lagi dibaca. “Sayang sekali kalau hanya jadi sampah,” gumamnya. Dari situlah lahir tekad beliau: mengubah kertas yang terlupakan menjadi sesuatu yang bernilai. Dengan tangan yang sabar, Bapak Sujewo menggulung dan menganyam lembar demi lembar koran. Prosesnya tidak cepat, setiap gulungan butuh ketelitian dan kesungguhan. Tapi di situlah letak keindahannya—karena bagi beliau, setiap karya harus punya jiwa. Hasil akhirnya adalah jam dinding. Bukan jam biasa, tapi jam yang menyimpan cerita. Setiap detik yang berdetak seolah berbisik: bahwa waktu untuk menjaga bumi semakin berharga. Bagi Bapak Sujewo, jam ini bukan sekadar kerajinan, melainkan wujud kepedulian. Pesan sederhana yang ingin beliau titipkan ke rumah siapa pun yang menggantungnya: bahwa sesuatu yang dianggap tak bernilai masih bisa memberi kehidupan baru. Jam dinding dari koran ini adalah karya tulus seorang pengrajin, Bapak Sujewo—dari sampah menjadi pesan, dari kertas menjadi harapan.